Jumat, 13 Februari 2015

Tugas Membuat Puisi

TSUNAMI

Kau datang tiba-tiba tanpa kabar
Hanya suara gemuruh yang kuingat
Dan semua terhempas olehmu

Tahukan engkau tsunami?
Banyak cerita yang mesti kau saksikan dariku
Tubuhku terguncang dihempas batu jalanan
Beta selamat dari mara bencana ini

Namun dimanakah gerangan engkau semua?
Hatiku tergetar merampa kering rerumputan
Perjalanan ini pun seperti menjadi saksi
Kau telah merampas sahabat karibku

Kini beta tinggal sendiri
Terpaku menatap langit
Barangkali disana ada jawabnya
Sebenarnya apa mau-Mu?

Kini beta tinggal sendiri
Lupa akan cara tertawa
Hanya dapat meratap kemeranaan
Rumput yang bergoyang pun bisu menatapku

Sesampainya di laut
Kukabarkan semua karang, ombak, matahari
Tetapi semua bisu menatapku
Kini beta sendiri, tak tahu yang harus kulakukan
Hanya bisa meratap kemeranaan hamba-Mu ini

Tugas Resensi Puisi



Tuhan Telah Menegurmu
 
            Tuhan telah menegur kita. Banyak hal yang kita alami sehari hari merupakan teguran dari Tuhan. Mulai dari anak anak yang kelaparan, bencana bencana yang melanda Bumi Pertiwi, melalui seruan adzan yang lirih, serta kesabaran kita yang diuji.

            Namun manusia adalah makhluk yang sombong. Kita tidak menyadari semua teguran dari Tuhan. Kita yang memiliki rejeki berlebih tidak menggunakannya sebaik mungkin, kita menghambur hamburkannya untuk hal yang tidak berguna padahal banyak anak anak yatim piatu yang kelaparan, yang lebih membutuhkan dari kita. Terkadang kita acuh akan hal tersebut dan lebih mementingkan kepentingan pribadi kita.

            Ketika hirup pikuk kehidupan selalu kita jalani terkadang ada suara lirih yang selalu memanggil kita, yang selalu mengingat kan kita kepada-Nya, suara adzan yang memanggil kita untuk berdoa kepada-Nya. Namun semua itu kita hiraukan dan kita lebih memilih kepentingan kita. Kita menjadi sombong dan tidak mengingat Sang Pencipta kita. Kita berfikir duniawi adalah segalanya dan akhirat bukan apa apa.

            Semua bencana yang terjadi di Tanah Air, yang terus Melanda Bumi Pertiwi, semua itu ujian dari Yang Maha Kuasa. Namun sekali lagi Tuhan menguji ketabahan dan kesabaran kita melalui saudara saudara kita yang terkena bencana, yang kehilangan harta dan jiwa, bahkan hingga jiwa mereka. Namun sekali lagi kita menghiraukan hal tersebut, kita mementingkan kehidupan duniawi kita dan acuh kan saudara saudara kita yang membutuhkan bantuan.

            Telah banyak ujian, cobaan dan teguran yang telah Tuhan berikan kepada kita. Namun kita, manusia adalah makhluk yang sombong yang terkadang menghiraukan saudara saudara kita, dan meninggalkan panggilan Pencipta kita.

Tugas Cerpen



Perpisahan
 Aku mulai tersadar, dan telah terbangun dari perjalanan indah mimpi semuku bersama gadis pujaanku. Aku telah membuka mata setelah sekian lama terpejam menikmati malam indahku, berkelana menanti senja kala siang bangunkanku. Gadis tempat kumenggantung asa telah lama pergi. Ia tak pernah kembali usai pernikahan singkat lalu. Meski mentari senja masih tak jemu melakukan rutinitas menikah-ceraikan siklus waktu : siang-malam. Yah, gadis itu tak pernah kembali lagi mengiringi mentari senja. Ia pergi seiring tenggelamnya mentari di ufuk pada hari itu. Entah untuk mencari dan menemukan galaksi baru, dengan bintang barunya yang mungkin sinarnya jauh lebih terang dibanding dengan sinar bintang satu-satunya di galaksi Bimasakti : Matahari. Entah, mungkin di sana ia juga akan menemui pemuda lain untuk diberi penawaran yang membingunkan, untuk memilih siang atau malam saat kita berada di antara keduanya.

            Aku masih mengenang senja. Air mata perpisahan gadis pujaan hati telah mengkristal. Membentuk butiran permata berkilau yang tak terkalahkan sinarnya oleh permata terindah yang pernah diketemukan di plenet ini sekalipun. Namun, seperti halnya perhiasan apapun – tetaplah perhiasan, ia hanya berbicara melalui nostalgia ingatan penglihatnya. Gadis itu hanya meninggalkan sejarah yang mungkin bisa kumeseumkan. Air matanya mengkristal, bagaimanapun – tetaplah benda perhiasan, gadis senja tak pernah kembali.

            Di sini, di galaksi ini, aku telah terbangun di pagi hari. Aku menyadari kedatangan bintang satu-satunya galaksi tempatku berada kini : Matahari. Di momen ini, teringat bagaimana gadis itu membayangkan satu bintang, membuat miniatur bintang imajinernya. Teringat pula saat ia menawarkanku untuk memilih siang ataukan malam, namun tak kupilih keduanya. Dan gadis itu berlalu pergi meninggalkan air mata yang telah mengkristal, kini. Yah, ia telah pindah ke galaksi lain mencari dan menemukan bintang barunya. Kurasa, air mata kristalnya ini juga berguna untuk memberikan sinyal melalui pancaran cahaya sehingga aku masih tetap bisa berkomunikasi dengannya, pun hanya sekedip. Tanpa tatap muka, di ruang hampa. Mungkin, seperti saat kau menyalakan senter di tengah laut saat helikopter penyelamat melintas di atasmu, dan ia tak melihatmu – ternyata.

            Aku melanjutkan hidup di galaksi ini, bersama keceriaan sinar mentari pagi yang mengirimkan energi quark-quarknya untuk menggairahkan bunga-bunga di tamanku. Di sini, di galaksi ini, aku telah tersadar, bahwa aku tak lagi berada dalam senja yang merumitkan itu. aku tak lagi dibingungkan dengan siang atau malam. Usai perpisahan itu, aku sadari bahwa aku telah melewati malam panjangku bersama mimpi-mimpi dan kini telah kusambut pagi dengan sinar mentari yang menghangatkanku. Ku sapa bunga-bunga yang menari riang menyambut pasukan sinar. Satu bunga terlihat amat berbeda dari kebanyakannya, aku memetiknya. Namun, betapa kagetnya aku, tiba-tiba ia terbang seperti kupu-kupu, lalu berputar-putar di atas kepalaku. “Bolehkah aku hinggap disini, di bahumu ini?” tanyanya. Aku masih kebingungan, tapi mulutku dengan spontan langsung saja berucap : “yah, silahkan jika itu membuatmu gembira” jawabku sekenanya.  Ia secepat kilat meluncur lalu hinggap dan tertawa riang sekali. “Terima kasih banyak wahai kesatria, sekarang bawalah aku kemanapun kau mau. Aku ingin bersamamu selalu”. Aku masih tak percaya dengan apa yang terjadi ini. Dia bunga teraneh yang pernah kutemui, ini di luar kebiasaan. Aku juga masih tak percaya dengan apa yang aku lakukan. Aku memetik bunga, dan bunganya terbang berputar-putar di atas kepalaku. Lalu seperti seorang putri yang baru saja dibebaskan pangeran pemberani dari penjara ratu sihir, bunga itu lantas hinggap di bahuku, mungkin sebagai tanda terima kasih. Bunga yang aneh, perpaduan kaktus di tanah tandus, dan teratai di air, sungguh aneh.